silsilah keturunan kanjeng jimat nganjuk
Kanjeng Jimat sebagai Bupati Nganjuk pertama sekitar tahun 1745 dan meninggal pada 1766. Di sisi barat makam Kanjeng Jimat ada makam bupati kedua yaitu Raden Tumenggung Sosrodirjo, adik dari Kanjeng Jimat, yang menjabat sebagai Bupati Nganjuk pada tahun 1760, sementara di sisi timur ada makam Raden Tumenggung Sosrokusmo II, putra Kanjeng
PacitanTribunNews- Makam Kanjeng Jimat berada di Desa Tanjungsari, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Tepatnya berada di sebuah pemakaman bernama Giri Sampoerno. Kanjeng Jimat dikenal sebagai tumenggung, penjuang, dan penyebar agama Islam di Pacitan. Pemakaman Giri Sampoerno sangat mudah dijangkau dan sangat dekat dengan pusat
BatharaKatong merupakan utusan Kesultanan Demak untuk menyebarkan Islam di Ponorogo. Melihat silsilah tersebut, Ipong menjelaskan silsilah itu sudah beredar sejak 2015 saat dirinya menyalonkan
Anak Raden Adipati Arya Sarwadji. Raden Adipati Aria Soeroadiningrat V (lahir dengan nama Bagus Badrun, biasa dipanggil sebagai Kanjeng Sepuh (di Jombang) atau Kanjeng Jimat (di Sidayu); EYD: Suroadiningrat V; lahir di Sidayu, Hindia Belanda pada tahun 1850 - meninggal di Jombang, 20 April 1946 pada umur 96 tahun) adalah Bupati Jombang pertama
Sayamau ziarah ke Kanjeng Jimat, "kata Sukamto (64) warga Ngantru, Trenggalek, Jatim. Ada prasasti, persisnya di bagian selatan kijingnya yang bertuliskan huruf Arab tapi berbahasa jawa. Kalimat itu terbaca. "Puniko Pesarean Kanjeng Ratu Toemenggung Sosro Kusumo.". Kalimat itu bisa dimaknai bahwa jasad yang sumare dalam makam tersebut
C Est Un Plaisir De Vous Rencontrer En Anglais. Kompleks makam Kanjeng Jimat. Foto FebriyantoTRENGGALEK - Keberadaan Kabupaten Trenggalek Jawa Timur tidak bisa dilepaskan dari pendiri-pendirinya di jaman dulu. Salah satunya Bupati pertama Trenggalek bernama Raden Mangun Negoro. Berdasar silsilah, Bupati Mangun Negoro masih trah Kerajaan Mataram karena keturunan sunan Paku Buwono garis keturunan ini, Bupati Mangun Negoro memiliki keturunan Bupati Trenggalek selanjutnya. Bahkan ada keturunannya yang menjadi Bupati Nganjuk, Tulungagung hingga Ponorogo. Dari silsilah Paku Buwono I juga satu garis keturunan dengan mangun Negoro yang yang menjadi Bupati Mojokerto dan Kepala Seksi kebudayaan Dinas pendidikan dan kebudayaan Trenggalek Agus Pramono, Bupati Mangun Negoro meninggal pada 1842. Bupati ini memiliki peran saat menyembunyikan putra Pangeran Diponegoro ketika sang pangeran dan keluarganya dikejar Kolonial Belanda dalam Perang kisah disebutkan Agus, Bupati mangun Negoro lantas mengambil putra Pangeran Diponegoro menjadi menantu. Ialah yang pada kemudian hari menurunkan bupati-bupati Trenggalek pada masa itu. Selain itu, Bupati Mangun Negoro oleh masyarakat Trenggalek dijuluki sebagai Kanjeng Jimat. Hal ini tidak mengherankan sebab bagi masyarakat Jawa Timur, bupati yang memiliki kelebihan akan mendapatkan gelar kanjeng Jimat, seperti halnya Mangun Mangun Negoro memang berjasa besar bagi Trenggalek. Menurut sejarah yang dituturkan Agus, dulunya Trenggalek sempat akan dihapus oleh Belanda. Namun begitu Bupati Kalangbret R Mangun Dirono sempat meminta Mangun Negoro untuk mempertahankan Trenggalek. Jika upayanya berhasil Trenggalek akan dipertahankan dan ia berhak menjabat pimpinan wilayah Kanjeng Jimat sendiri saat ini menjadi jujugan peziarah dalam wisata religi. Makamnya berada di Ngulan Kulon Pogalan Trenggalek. Letaknya berada di atas bukit dengan ketinggian sekitar 80 menuju makan, pengunjung harus menaiki ratusan anak tangga dengan sudut kemiringan sekitar 50-60 derajat. Selain makam Bupati Mangun Negoro dan dua istrinya yang dipercaya salah satunya merupakan wanita Belanda, dalam kompleks cungkup makam juga ada peristirahatan terakhir Bupati Trenggalek selanjutnya yang juga keturunan Kanjeng Jimat, yakni Bupati R Mangun Dirdjo. R-7
- Pusaka Tombak Naga Guntur kembali mengawal dan mengiringi prosesi boyong Pemerintahan Kabupaten Nganjuk dari wilayah Kecamatan Berbek. Terakhir kali, Pusaka Tombak Naga Guntur mengawal dan mengiringi prosesi boyong Pemerintahan Kabupaten Nganjuk pada zaman penjajahan Belanda. Perawat sekaligus Penjaga Pusaga Tombak Naga Guntur, Aris Trio Effendi menjelaskan, tidak banyak yang mengetahui dan mengerti kehadiran Pusaka Tombak Naga Guntur dalam prosesi boyong perpindahan Pemerintahan Kabupaten Nganjuk pada tanggal 6 Juni. Ini dikarenakan prosesi boyong Pemerintahan sebelumnya digelar setiap tanggal 10 April bertepatan dengan Hari Jadi Kabupaten Nganjuk. Tanggal itu dikenal bukan sebagai tanggal Boyongan Pemkab Nganjuk. Oleh karena itu, Pusaka Tombak Naga Guntur tidak pernah dikeluarkan dan mengawal prosesi boyong Pemerintahan Kabupaten Nganjuk. "Dengan sudah kembali dilakukannya prosesi boyong tanggal 6 Juni dan itu sesuai dengan data sejarah boyong Pemerintahan Kabupaten Nganjuk yang benar, maka kami keluarkan dan bawa Pusaka Tombak Naga Guntur untuk mengawal prosesi boyong tersebut," kata Aries Trio Effendi, pemilik dan perawat Pusaka Tombak Naga Guntur yang juga memiliki gelar Keraton Surakarta, Raden Tumenggung Aris Puro Budoyo tersebut, kemarin. Pusaka Tombak Naga Guntur sendiri merupakan pusaka peninggalan lelulur Kabupaten Nganjuk pada zaman penjajahan Belanda. Pusaka Tombak Naga Guntur tersebut milik salah satu kerabat Kanjeng Jimat atau Bupati Pertama Kabupaten Nganjuk yang biasanya digunakan untuk berperang menghancurkan musuh pada zaman tersebut. Pusaka Tombak Naga Guntur yang kini dirawat dan disimpan oleh Aris Trio Efendi tersebut jarang dikeluarkan dari tempat penyimpanannya. "Pusaka Tombak Naga Guntur itu peninggalan canggah saya yang masih kerabat Kanjeng Jimat atau Bupati Nganjuk pertama. Memang tidak semua boleh membawa Pusaka Tombak tersebut karena dikhawatirkan ada risiko bagi pembawanya kalau bukan kerabat Kanjeng Jimat," ucap Aris Trio Effendi yang juga juru kunci Candi Ngetos tersebut. Dalam membawa Pusaka Tombak Naga Guntur untuk dibawa kirab Prosesi boyong Pemerintahan Nganjuk, persyaratan yang harus dipenuhi cukup berat. Yakni Pusaka Tombak tersebut harus diiringi oleh para kerabat silsilah para Bupati yang pernah memerintah Kabupaten Nganjuk. Baik itu Bupati Nganjuk pertama yakni KRT Sosrokoesoemo I, Sosrokoesoemo III, Sosrohadikoesoemo, Notodikoro, Bupati Pace, dan lainnya. Para kerabat dengan dibuktikan silsilah resmi keraton Yogyakarta, keraton Surakarta, dan Mangkunegaran mengikuti kirab prosesi boyong dengan berbaris dibelakang Pusaka Tombang Naga Guntur yang dibawa sendiri oleh Aris Trio Effendi. Barisan tersebut tidak boleh dicampur melainkan harus berkelompok sesuai silsilah masing-masing dari Bupati Nganjuk terdahulu. "Mengumpulkan silsilah kerabat Bupati Nganjuk itu yang cukup berat dan harus kami lakukan untuk memenuhi syarat dibawanya Pusaka Tombak Naga Guntur dalam prosesi boyong Pemerintahan Nganjuk," tandas Aris Trio Effendi. ahmad amru muiz/ editor eben haezer
SEJARAH ISLAM DI KABUPATEN NGANJUK PADA MASA KANJENG JIMAT Berbek,Cikal Bakal Kabupaten Nganjuk Kanjeng Raden Toemenggoeng Sosrokoesoemo I Dalam uraian berikut ini lebih banyak menjelaskan tentang 3. Baca Akte Komisaris Daerah-daerah Keraton yang telah diambil alih oleh Residensi Kediri, yang ditandatangani di Semarang oleh Van Lawick Van Pabst. Dalam akte kolektif ini juga ditetapkan personalia pejabat-pejabat Kabupaten yang lain, seperti Patih, Mantrie, Jaksa, Mantri Wedono / Kepala Distrik, mantri Res dan Penghoeloe. Perjalanan sejarah keberadaan Kabupaten Berbek “cikal bakal” Kabupaten Nganjuk sekarang ini. Dikatakan “cikal bakal” karena ternyata kemudian bahwa alur sejarah kabupaten Nganjuk adalah berangkat dari keberadaan Kabupaten Berbek dibawah kepemimpinnan Radeen Toemenggoeng Sosrokoesoemo 1. Kapan tepatnya daerah Berbek mulai menjadi suatu daerah yang berstatus kabupaten, kiranya masih sulit diungkapkan. Namun dari silsilah keluarga dan catatan ”Peninggalan Kepurbakalaan Kabupaten Nganjuk” tulisan Drs. Subandi, dapat diketahui bahwa bupati Berbek yang pertama adalah KRT. Sosrokoesoemo 1 terkenal dangan sebutan Kanjeng Jimat. Pada masa pemerintahanya dapat diselesaikan sebuah bangunan masjid yang bercorak hinduistis yang bernama masjid yoni Al Mubaarok. Terdapat sinengkalan huruf arab berbahasa jawa yang berbunyi Bagian depan Ratu Pandito Tata Terus 1759 Bagian Bawah Ratu Nitih Buto Murti1758 Kanan/kiri Ratu Pandito Tata Terus 1759 Belakang Ratu Pandito Tata Terus 1759 Kanjeng Raden Toemenggoeng Sosrodirdjo Setelah KRT Sosrokoesoemo meninggal dunia tahun 1760 Leno Sarosa Pandito Iku, sebagai penggantinya adalah Kanjeng Raden Toemenggoeng Sosrodirdjo. Mendekati tahun 1811, Kabupaten Berbek pecah menjadi 2dua, yaitu Kabupaten Berbek dan Kabupaten Godean. Sebagai bupati Godean adalah Raden Mas Toemenggoeng Sosronegoro II. makam menjadi satu komplek dengan masjid al-Mubarok. Makam kanjeng jimat ada pada posisi 6 dari timur. Secara fisik, panjang kicijingan makam Secara geografis makam kanjeng jimat berada di desa kacangan atau letak berukuran 2,60 m, lebar 0,90 m, dan tinggi 0,50 m serta tinggi nisan 0,95 m. diutara makam terdapat payung tingkat 2. pada bagian selatan kijingan terdapat prasasti memakai huruf Arab, namun menggunakan bahasa Jawa yang berbunyi “Punikao Pasarean Kanjeng Ratu Toemenggung Sosro Kusumo”. Selain itu makam ditutup dengan kelambu putih dan kuning 3,40m. dengan diberi kerangka dari kayu jati yang berukuran tinggi 2 m dan panjang 3,40m. Masjid Al Mubarak merupakan salah satu bangunan religi yang mengandung unsur sejarah di Kabupaten Nganjuk. Anda dapat menjumpai masjid ini di kawasan kecamatan Berbek, tepatnya di sebelah barat alun-alun Berbek. Berdasarkan prasasti Sosrokusumo yang ada di dinding Masjid disebutkan bahwa Masjid ini telah didirikan pada tahun 1745 Masehi. Masjid Al Mubarak ini memiliki ciri khas arsitektur yang kental dengan unsur Jawa. Berbagai ukiran pada kayu jati memenuhi langit-langit dan mimbar masjid. Tak hanya itu, nuansa jawa kuno juga ada di sekitar masjid. Salah satunya adalah lingga-yoni, ungkal keramat, dan jam matahari yang digunakan untuk menentukan waktu sholat. Pada bagian belakang masjid ada makam bupati pertama Kabupaten Nganjuk yang bernama Raden Tumenggung Sosro Kusuma Kantjeng atau yang dikenal dengan sebutan Kanjeng Djimat. makam menjadi satu komplek dengan masjid al-Mubarok. Makam kanjeng jimat ada pada posisi 6 dari timur. Secara fisik, panjang kicijingan makam Secara geografis makam kanjeng jimat berada di desa kacangan atau letak berukuran 2,60 m, lebar 0,90 m, dan tinggi 0,50 m serta tinggi nisan 0,95 m. diutara makam terdapat payung tingkat 2. pada bagian selatan kijingan terdapat prasasti memakai huruf Arab, namun menggunakan bahasa Jawa yang berbunyi “Punikao Pasarean Kanjeng Ratu Toemenggung Sosro Kusumo”. Selain itu makam ditutup dengan kelambu putih dan kuning dengan diberi kerangka dari kayu jati yang berukuran tinggi 2 m dan panjang 3,40m. Bagi sebagian masyarakat Nganjuk kedudukan kanjeng jimat mempunyai arti tersendiri. Beliau orang yang dianggap paling berjasa terhadap keberadaan Nganjuk selanjutnya. Makam kanjeng jimat tak pernah sepi dari peziarah, baik siang maupun malam hari. Yang melakukan ziarah, tidak hanya berasal dari Nganjuk, tetapi juga ada yang berasal dari Kediri, Tulung agung, Blitar, Bojonegro, Malang, Madiun, Jombang dan Surabaya. Kanjeng Jimat adalah seorang bupati ke-5 dikadipaten berbek dan sebagai bupati pertama di kabupaten Nganjuk. Kanjeng jimat sesuai data dokumen “Surabaya Post” yang dijelaskan pada tahun 1930, adalah putra menantu sultan Agung Mataram yang sangat gigih dalam menentang penjajah Belanda Sumber bersejarah-di-berbek-
Sejarah Nganjuk Berbek,Cikal Bakal Kabupaten Nganjuk anjeng Raden Toemenggoeng Sosrokoesoemo I Dalam uraian berikut ini lebih banyak menjelaskan tentang 3. Baca Akte Komisaris Daerah-daerah Keraton yang telah diambil alih oleh Residensi Kediri, yang ditandatangani di Semarang oleh Van Lawick Van Pabst. Dalam akte kolektif ini juga ditetapkan personalia pejabat-pejabat Kabupaten yang lain, seperti Patih, Mantrie, Jaksa, Mantri Wedono / Kepala Distrik, mantri Res dan Penghoeloe. Perjalanan sejarah keberadaan Kabupaten Berbek “cikal bakal” Kabupaten Nganjuka sekarang ini. Dikatakan “cikal bakal” karena ternyata kemudian bahwa alur Sejarah Kabupaten Nganjuk adalah berangkat dari keberadaan KabupatenBerbek dibawah kepemimpinnan Radeen Toemenggoeng Sosrokoesoemo 1. Kapan tepatnya daerah Berbek mulai menjadi suatu daerah yang berstatus kabupaten, kiranya masih sulit diungkapkan. Namun dari silsilah keluarga dan catatan”Peninggalan Kepurbakalaan Kabupaten Nganjuk” tulisan Drs. Subandi, dapat diketahui bahwa bupati Berbek yang pertama adalah KRT. Sosrokoesoemo 1 terkenal dangan sebutan Kanjeng Jimat. Pada masa pemerintahanya dapat diselesaikan sebuah bangunan masjid yang bercorak hinduistis yang bernama masjid yoni Al Mubaarok. Terdapat sinengkalan huruf arab berbahasa jawa yang berbunyi Bagian depan Ratu Pandito Tata Terus 1759 Bagian Bawah Ratu Nitih Buto Murti1758 Kanan/kiri Ratu Pandito Tata Terus 1759 Belakang Ratu Pandito Tata Terus 1759 Kanjeng Raden Toemenggoeng Sosrodirdjo Setelah KRT Sosrokoesoemo meninggal dunia tahun 1760 Leno Sarosa Pandito Iku, sebagai penggantinya adalah Kanjeng Raden Toemenggoeng Sosrodirdjo. Mendekati tahun 1811, Kabupaen Berbek pecah menjadi 2dua, yaitu Kabupaten Berbek dan Kabupaten Godean. Sebagai bupati Godean adalah Raden Mas Toemenggoeng Sosronegoro II. Kanjeng Radeen Toemenggoeng Sosrokoesoemo II Dalam perkembangan selanjutnya, sebagai tindak lanjut adalah perjanjian sepreh tahun 1830, yaitu adanya rencana penataan kembali daerah-daerah dibawah pengawasan dan kekuasaan Nederlandsch Gouverment,dengan SK 31 agustus 1830, ditetapkan bahwa Kabupaten Godean dinyatakan dicabut dan selanjutnya digabung dangan Kabupaten Berbek yang terdekat. Dengan akte Komisaris daerah-daerah Keraton yang telah diambil alih dan ditandatangani oleh Van Lawick Van Pabst tanggal 16 juni 1831 di Semarang, ditunjuk sebagai bupati Berbek adalah Kanjeng Radeen Toemenggoeng Sosrokoesoemo II. Dari akte tersebut dapat diketahui bahwa Godean telah berubah statusnya menjadi Distri Godean, yang bersama-sama dengan distrik Siwalan dan distrik Berbek menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Berbek. Raden Ngabehi Pringgodikdo KRT Sosrokoesoemo II1830-1852meninggal dunia tanggal 27 agustus 1852 karena menderita sakit ditunjuk sebagai penggantinya adalah Raden Ngabehi Pringgodikdo, patih dari luar Kabupaten Ngrowo, yang bukan termasuk garis keturunan / keluarga dari II. Pilihan jatuh pada Pringodikdo ini karena putra-putra dari II Bupati yang telah meninggal dianggap kurang mampu unuk menduduki jabatan bupati tersebut Sedangkan Pringgodikdo dinilai lebih cakap dan berbudi pekerti yang baik, selain itu mempunyai pengalaman yang cukup daripada calon-calon lain yang diusulkan, sehingga dianggap mampu dan pantas untuk menggantikan KRT. Sosrokoesoemo II almarhum. Pengangkatan Pringgodikdo sebagai bupati yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Gubernur Jendral Nederlandsch India di Batavia, tanggal 25 November 1852. selanjutnya, apabila disimak dari isi surat residen Kedirie yang pertama, tanggal 20 September 1852 tetang pertimbangan-pertimbangan terhadap Pringgodikdo untuk diangkat menjadi Bupati Berbek adalah sebagai berikut “Kabupaten Berbek penting sekali, juga sangat luas, yang meliuti delapan distrik diwilayahnya, dan berbatasan dangan residen Madiun, Soerabaja, rembang, sehingga Policie disana seharusnya waspada…” Menurut “Akte Komisaris daerah-daerah Kraton yang telah diambil alih “tanggal 16 Juni1831, bahwa dikabupaten Berbek terdapat 3tiga distrik, Kabupaten Nganjuk ada 2dua distrik dan Kabupaten Kertosono ada 3tiga distrik, sehingga jumlah keseluruhan ada 8delapan distrik, sama dengan yang disebutkan dalam SK di atas. Hal ini berarti sebelum II meninggal, telah terjadi suatu proses penghapusan Kabupaten Nganjuk dan Kabupaten Kertosono yang meliputi distrik-distrik Berbek, Goden, Siwalan asli dari Kabupaten Berbek, Ngandjoek, Gemenggeng berasal dari Kabupaten Ngandjoek, Kertosono, Waroe Djajeng, Lengkong berasal dari Kabupaten Ketosono. Raden Ngabehi Soemowilojo Raden Ngabehi Pringgodikdo menjabat sebagai bupati Berbek lebih kurang 14 tahun, yaitu sampai dengan tahun 1866. setelah mangkat digantikan oleh Raden Ngabehi Soemowilojo, patih pada kadipaten Blitar dengan SK Gubernur Jendral Nederlandsch Indie tanggal 3 September 1866 No. 10. selanjutnya dengan SK Gubernur Jendral Nederlandsch Indie tanggal 21 oktober 1866 dia diberi gelar toemenggoeng dan diijimkan manamakan diri Raden Ngabehi Soemowilojo. Radeen Toemenggoeng Sosrokoesoemo III Raden Ngabehi Soemowilojo meninggal dunia tanggal 22 februari 1878. Untuk menduduki jabatan Bupati Berbek yang kosong tersebut telah diangkat Raden Mas Sosrokoesoemo III, Wedono dari Nederlandsch Indie tanggal 10 april 1878 menjadi Bupati Berbek. Bersama dengan itu diberikan totle jabatan Toemenggoeng dan diijinkan menuliskan namanya Radeen Toemenggoeng Sosrokoesoemo. Pada masa pemerintahan Radeen Toemenggoeng Sosrokoesoemo III inilah terjadi suatu peristiwa yang amat penting bagi perjalanan sejarah pemerintahan di Nganjuk hingga sekarang ini. Peristiwa tersebut adalah adanya kepindahan tempat pusat pemerintahan dari kota Berbek menuju kota Nganjuk. Mengenai hal boyongan ini akan diuraikan nanti. Raden Mas Toemenggoeng Sosro Hadikoesoemo Pada tanggal 28 September 1900, RM. Adipati Sosrokoesoemo III karena menderita sakit yang terus menerus sehingga terpaksa memberanikan diri mengajukan permohonan kepada Gubernur Jendral Nederlansch Indie untuk diberhentikan dengan hormat dari jabatan Negara dengan diberikan hak pensiun. Dan selanjutnya, memohon agar karirnya putra laki-laki tertuanya Raden Mas Sosro Hadikoesoemo menggantikan jabatan sebagai Regent Bupati Berbek. Berdasarkan Besluit Gubernur Jendral nederlansch Indie tanggal 2 Maret 1901 No 10, Pemerintahan Hindia Belanda memberhentiakan Adipati Sosrokoesoemo dan selanjutnya mengangkat redden Mas Sosro Hadikoesoemo sebagai Regent Bupati Berbek dan memberinya gelar Toemenggoeng dan mengijinkan menamakan dan menuliskanRaden MAs Toemenggoeng Sosro Hadi Koesoemo. Satu hal penting yang perlu dipehatikan pada masa jabatan RMT. Sosro Hadi Koesoemo ini adalah mulai digunakan sebutan Regentschap Kabupaten Nganjuk, yang pada waktu-waktu sebelumnya masih di sebut Afdelling Berbek Kabupaten Berbek. Tentang hal ini dapat dilihat pada Regeering Almanak 1852-19420. Arti Lambang Kabupaten Nganjuk Inilah gambar lambang Kabupaten Nganjuk Logo Kabupaten Nganjuk Lambang Daerah terdiri atas 4 bagian, yaitu Dasar Lambang Bagian atas, berisi gambar bintang bersudut 5 Bagian tengah dan samping berisi gambar-gambar sebagai berikut * Pita bertuliskan BASWARA YUDHIA KARANA * Rantai berbentuk lingkaran * Gunung dan air terjun * Sawah dan sungai * Padi dan kapas * Pohon beringin dalam segilima beraturan * Sayap Bagian bawah berisi Pita bertuliskan angka JAWA Pita bertuliskan NGANJUK Makna Gambar dalam Lambang Kabupaten Nganjuk Perisai bersudut lima berdasar biru dan bertepi putih melambangkan jiwa kerakyatan, kesetiaan dan kesucian masyarakat Nganjukyang selalu siaga dalam menghadapi segala tantangan. Bintang bersudut lima berwarna emas melambangkan Ketuhanan Yang Maha Esa, cita-cita luhur dan suci sebagai pedoman perjuangan untuk mewujudkan cita-cita masyarakat adil dan makmur. BASWARA YUDHIA KARANA artinya cemerlang karena perjuangan. Rantai berbentuk lingkaran melambangkan kebulatan tekad rakyat Nganjuk, yang dilandasi semangat perjuangan dan persatuan. Tiga puncak gunung berwarna hitam memiliki arti filosofis Tri Dharma Amerta dan secara historis menunjukkan Jaman Kejayaan Nasional, Jaman Penjajahan dan Jaman Kemerdekaan. Gunung, malambangkan sumber kekayaan alam air terjun sedudo adalah air suci pemberian Tuhan Yang Maha Esa, yang merupakan rahmat untuk dinikmati oleh umat-Nya. Sawah mengandung makna kemakmuran, dan sungai juga bermakna kemakmuran dan kesuburan. Gunung berpuncak tiga, sawah dan sungai digambarkan dalam rantai yang berbentuk lingkaran, itu mempunyai makna Dengan tekad yang bulat dan kekayaan alam yang melimpah memberikan keyakinan kepada masyarakat Nganjuk untuk berjuang mewujudkan tercapainya masyarakat adil dan makmur. Padi dan kapas melambangkan pangan dan sandang yang menjadi kebutuhan pokok rakyat sehari-hari. Jumlah padi 17 butir, kapas 8 buah, daun padi 4 helai, daun kapas 5 helai mencerminkan semangat dan jiwa proklamasi 17-8-45. Pohon beringin berdaun lima kelompok dalam segi lima beraturan bermakna pengayoman, perlindungan dan perdamaian, serta juga menggambarkan adanya lima wilayah kerja pembantu bupati. Sayap dengan 20 helai bulu berwarna emas melambangkan wilayah daerah terdiri dari 20 kecamatan. Pita bertuliska angka Jawa yang mengikat dua pangkal sayap mewujudkan angka 937 M, yang merupakan ditetapkannya tahun hari jadi Nganjuk. Secara keseluruhan, lambang daerah ini mengandung makna sebagai berikut Dengan semangat dan jiwa proklamasi 17-8-45 rakyat Nganjuk yang telah tumbuh dan berkembang sejak tahun 937 M, bersama Pemerintah Daerah yang berwibawa bertekad bulat untuk berjuang terus dengan segala potensi daerahnya, sehingga tercapai cita-cita luhur, masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Daftar Nama kecamatan di Kabupaten Nganjuk 1. Kecamatan Bagor 2. Kecamatan Baron 3. Kecamatan Berbek 4. Kecamatan Gondang 5. Kecamatan Jatikalen 6. Kecamatan Kertosono 7. Kecamatan Lengkong 8. Kecamatan Loceret 9. Kecamatan Nganjuk 10. Kecamatan Ngetos 11. Kecamatan Ngluyu 12. Kecamatan Ngronggot 13. Kecamatan Pace 14. Kecamatan Patianrowo 15. Kecamatan Prambon 16. Kecamatan Rejoso 17. Kecamatan Sawahan 18. Kecamatan Sukomoro 19. Kecamatan Tanjunganom 20. Kecamatan Wilangan Dari Kecamatan diatas dibagi menjadi 4 kawasan yaitu 1. Kawasan Utara Anjuk Ladang 2. Eks Kadipaten Berbek & Godean 3. Daerah Kertosono Tengah Waroedjajeng
Dari berbagai sumber sejarah diketahui bahwa, disekitar tahun 929 M, di Nganjuk, tepatnya di Desa Candirejo Kecamatan Loceret, telah terjadi pertempuran hebat antara prajurit Pu Sendok, yang pada waktu itu bergelar Mahamantri I Hino Panglima Perang melawan bala tentara Kerajaan Melayu/Sriwijaya. Sebelumnya pada setiap pertempuran, mulai dari pesisir Jawa sebelah barat hingga Jawa Tengah kemenangan senantiasa ada dipihak bala tentara Melayu. Kemudian pada pertempuran berikutnya, di daerah Nganjuk, bala prajurit Pu Sendok memperoleh kemenangan yang gilang gemilang. Kemenangan ini tidak lain karena Pu Sendok mendapat dukungan penuh dari rakyat desa-desa sekitarnya. Berkat keberhasilan dalam pertempuran tersebut, Pu Sendok dinobatkan menjadi Raja dengan gelar Sri Maharaja Pu Sendok Sri Isanawikrama Dharmatunggadewa. 23 Daftar Tempat Wisata di Nganjuk Jawa Timur Harus Anda Kunjungi Kurang lebih delapan tahun kemudian, Sri Maharaja Pu Sendok tergugah hatinya untuk mendirikan sebuah tugu kemenangan atau Jayastamba dan sebuah Candi atau Jayamerta. Dan terhadap masyarakat desa sekitar candi, karena jasa- jasanya didalam membantu pertempuran, oleh Pu Sendok diberi hadiah sebagai desa perdikan atau desa bebas pajak dengan status sima swatantra ANJUK LADANG”. Anjuk berarti tinggi, atau dalam arti simbolis adalah mendapat kemenangan yang gilang gemilang; Ladang berarti tanah atau daratan. Sejalan dengan perkembangan zaman kemudian berkembang menjadi daerah yang lebih luas dan tidak hanya sekedar sebagai sebuah desa. Sedangkan perubahan kata “ANJUK” menjadi Nganjuk, karena proses bahasa, atau merupakan hasil proses perubahan morfhologi bahasa, yang menjadi ciri khas dan struktural bahasa Jawa. Perubahan kata dalam bahasa Jawa ini terjadi karena gejala usia tua dan gejala informalisasi, disamping adanya kebiasaan menambah konsonan sengau “NG” nasalering pada lingga kata yang diawali dengan suara vokal, yang menunjukkan tempat. Hal demikian inilah yang merubah kata “ANJUK” menjadi “NGANJUK”. Angka tahun yang tertera pada prasasti Candi Lor adalah tanggal 12 bulan Caitra tahun 859 Caka atau bertepatan dengan tanggal 10 April 937 M. Kalimat yang menunjuk angka tahun tersebut berbunyi “SWASTI QAKAWARSATITA 859 CAITRAMASA TITHI DWADASIKRSNAPAKSA”. Yang jika diterjemahkan, kurang lebih berbunyi Selamat Tahun Saka telah berjalan 859 Tahun Pertengahan pertama bulan Caitra tanggal 12″. Berdasarkan kajian dan analisis sejarah inilah, maka tanggal 10 April 937 M disepakati sebagai hari Jadi Nganjuk, selanjutnya dengan Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Nganjuk Nomor 495 Tahun 1993 ditetapkan sebagai Hari Jadi Kabupaten Nganjuk. Sejarah Candi Lor & Tradisi Masyarakat Sekitar. Candi Lor merupakan salah satu peninggalan dari dinasti Isyana yang didirikan oleh Mpu Sendok yang merupakan kelanjutan dari kerajaan Medang kamulan. Sebelum Mpu sendok mendirikan kerajaan ini. Mpu sendok merupakan raja dari kerajaan mataram kuno. Sebelumnya, mataram kuno pusat kerajaannya berada di jawa tengah, namun karena ada beberapa faktor yang salah satunya adalah ancaman bencana alam dari gunung merapi. Maka, kerajaan ini dipindahkan ke Jawa Timur yang kemudian di beri nama kerajaan Medang Kamulan. Kata medang merupakan nama lain dari Mataram sedangkan Kamulan berasal dari kata mula yang artinya yang awalnya. Kemudian Mpu sendok pun mendirikan sebuah tugu di Anjuk ladang dan punden berundak-undak sebagai tanda keberhasilannya yang kemudian disebut candi ini melambangkan perjuangan Mpu Sendok dalam melawan musuhnya dari Melayu yang akhirnya dimenangkan oleh Mpu Sendok. Mpu Sendok juga berjasa kepada masyarakat sekitar yang pada masa itu terbelit pajak. Mpu Sendok kemudian mampu membebaskan rakyat Anjuk Ladang dari pemaksaan pembayaran pajak. Mpu Sendok hanya meminta kepada rakyat Anjuk ladang merawat Jayastamba, yang merupakan tugu kemenangan Mpu Sendok atas Melayu. Hari kemenangan tersebut jatuh pada tanggal 10 April, yang kemudian ditetapkan sebagai hari jadi kota Nganjuk. Meskipun dijadikan sebagai salah satu pariwisata kabupaten Nganjuk, masyarakat sekitar masih banyak yang menggunakan candi ini sebagai sarana upacara adat,ritual, dan lain sebagainya. Masyarakat sekitar Nganjuk jugamasih menghargai nilai-nilai budaya serta warisan sejarah tempat tinggal mereka sendiri dengan cara ikut serta menjaga candi ini agar tetap lestari dan bisa dijadikan objek wisata yang indah dan diminati banyak orang. 23 Daftar Tempat Wisata di Nganjuk Jawa Timur Harus Anda Kunjungi Nganjuk pada masa Belanda Sejarah pemerintahan kabupaten Pace sangat sulit diungkapkan. Karena kurangnya data yang dapat menjelaskan keberadaannya. Demikian pula halnya dengan mata rantai hubungan antara kabupaten Pace dengan kabupaten Berbek. Sehubungan dengan hal tersebut maka pembahasan tentang sejarah pemerintahan kabupaten Nganjuk dimulai dari keberadaan kabupaten Berbek bahwa Berbek, Allahean, Nganjuk dan Kertosono merupakan daerah yang dikuasai belanda dan kasultanan Yogyakarta, sedangkan daerah Nganjuk merupakan mancanegara kasunanan Surakarta. Timbul pertanyaan, apakah keempat daerah tersebut mempunyai status sebagai daaerah kabupaten yang dipimpin oleh seorang bupati Raden Tumenggung atau berstatus lain? Dari silsilah keturunan raja negeri bima, silsilah Ngarso Dalem Sampean Dalem ingkang Sinuwun Kanjeng Sulatan Hamengkubuwono1 atau asal usul Raden Tumenggung Sosrodi-Ningrat Bupati Nayoko Wedono Lebet Gedong Tengen Rajekwesi dapat diperoleh kesimpulan bahwa memang benar daerah-daerah tersebut pada waktu itu merupakan daerah kabupaten. Adapun penguasa daerah Berbek dan Allahean dapat dijelaskan sebagai berikut Raja bima mempunyai seoarang putra, yaitu Haji Datuk Sulaeman, yang kawin dengan putri Kyai Wiroyudo dan berputra 4 empat orang yaitu; -Nyai Sontoyudo -Nyai Honggoyudo -Kyai Derpoyudo -Nyai Damis Rembang Nyai Honggoyudo berputra -Raden Ayu Rongso Sepuh -Raden Ayu Tumenggung Sosronegoro -Raden Ngabei Kertoprojo -Mas Ajeng Kertowijoyo Raden Tumenggung Sosronegoro I,Bupati Grobongan, mempunyai putra sebanyak 30tiga puluh orang, antara lain -Raden Tumenggung Sosrodiningrat I putra I -Reden Tumenggung Sosrokoesoemo I putra VII -Raden Tumenggung Sosrodirjo putra ke XXIII Raden Tumenggung Sosrokoesoemo I adalah Bupati Berbek sebelum pecah dengan Allahean Berputra sebanyak 19 sembilan belas orang, antara lain -RMT Sosronegoro IIputra ke-2 -RT. Sosrokoesoemo II putra ke-11. Menurut pengamatan ketika RT Sosrokoesoemo I meninggal dunia, telah digantikan adiknya, yakni RT Sosrodirdjo sebagai Bupati Berbek. Setelah itu Berbek di pecah menjadi dua daerah, yaitu berbek dan godean. RT. Sosrodirdjo tetap memimpin daerah Berbek, sedangkan Allahean dipimpin oleh keponakannya yaitu RMT. Sosronegoro II putra kedua dari RT Sosrokoesoemo I. selanjutnya, menurut perkiraan, setelah kedua bupati tersebut surut/pension, kabupaten Berbek yang dipimpin oleh RT. Sosrokoesoemo II Putra ke-11 dari I. Tentang kabupaten Nganjuk dan Kertosono belum dapat diungkapkan lebih kauh, karena dalam perkembangan selanjutnya kedua daerah tersebut bergabung manjadi satu dengan daerah Berbek, yang diperkirakan terjadi sebelum tahun 1852. Adapun bupati Nganjuk sekitar tahun 1830 adalah sedangkan bupati Kertosono adalah RT. Soemodipoero. Nganjuk Sekitar Tahun 1830 Perjanjian Sepreh, pada tanggal 3 juli 1830 atau tanggal 12 bulan suro tahun 1758, telah diadakan suatu pertemuan di Pendopo Sepreh oleh Raad Van Indie Markus, Ridder Van de Orde Van de Nederlandsche leeuw, Commisaris ter Regelling de Vorstenlanden untuk mengatur daerah-daerah mancanegara kesunanan Surakarta atau kesultanan Yogyakarta, sebagai tindak lanjut dari persetujuan antara Neterlandsch Gouverment dengan yang mulia saat itu akan ditempatkan dibawah pengawasan dan kekuasan Nederlandsch Gouverment. Keesokan harinya, pertemuan tersebut telah menghasilkan “Perjanjian Sepreh Tahun 1830” yang ditandatangani dengan teraan-teraan cap dan bermaterai oleh 23 Bupati dari residensi kediri dan residensi Madiun, dengan disaksikan oleh Raad Van Indie, Komisaris yang mengurus daerah-daerah kraton serta tuan-tuan Van Lawick Van Pabst dan de Solis, residen Rembang. Berdasarkan persetujuan tersebut mulai saat itu Nederlandsch Gouverment melaksanakan pengawasan tertinggi dan menguasai daerah-daerah mancanegara. Apabila dicermati, ternyata salah satu dari 23 Bupati yang telah ikut menandatangani perjanjian tersebut adalah raden Tumenggung Brotodikoro, regency van Ngandjoek. Mengapa demikian hal itu dapat dijelaskan sebagai berikut Bahwa yang mengikuti pertemuan di Pendopo Sepreh hanyalah bupati-bupati mancanegara dari Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta, sedangkan bupati Berbek dan bupati Kertosono, sebagaimana diuraikan dimuka, adalah merupakan bupati dari daerah-daerah yang telah dikuasai dan mulai tunduk dibawah pemerintah belanda jauh sebelumnya. Dari uraian tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sejak adanya Perjanjian Sepreh 1830, atau tepatnya tanggal 4 juli1830, maka semua kabupaten di nganjuk Berbek, Kertosono dan Nganjuk tunduk dibawah kekuasaan dan pengawasan Nederlandsch Gouverment. Nganjuk Setelah Perjajian Sepreh, pada tanggal 31 Agustus 1830, atau hampir dau bulan setelah Perjanjian Sepreh, pemerintahan Hindia Belanda mengadakan penataan-penataan / pengaturan-pengaturan atas kabupaten-kabupaten yang telah berada dibawah pengwaasan dan kekuasaanya. Tentang penataan ini dapat dilihat dalam surat pemerintahan Hindia Belanda Semarang, 31 Agustus 1830, yang berisikan tentang hasil konperensi dari Gubernur Jendral dengan komisaris-komisaris yang mengurus / mengatur daerah-daerah keratin. Dari hasil konperensi tersebut, kemudian keluar satu keputusan tetang rencana dari Pemerintah Hindia Belanda, yang antara lain menerangkan bahwa Pertama Menentukan bahwa daerah mancanegara bagian timur akan terdiri dari dua residensi, yaitu Residensi Kediri dan Residensi Madiun Kedua Bahwa Residensi Madiun akan terdiri dari kabupaten-kabupaten Kedirie, Kertosono, Ngandjoek, Berbek, Ngrowo dan kalangbret. Dan selanjutnya dari Distrik-distrik Blitar, Trenggalek, kampak dan yang lebih timur sampai dengan batas-batas dari Malang; baik batas dari kabupaten-kabupaten maupun distrik juga akan diatur kemudian. Ketiga Bahwa Residensi Kediri akan terdiri dari kabupaten-kabupaten Kedirie, Kertosono, Ngandjoek, Berbek, Ngrowo dan Kalangbret. Dan selanjutnya dari Distrik-dastrik Blitar, trenggalek, Kampak dan yang lebih ke Timuar sampai dengan batas-batas dari Malang baik batas dari Kabupaten-kabupaten maupun Distrik-distrik juga akan diatur kemudian. Sebagai realisasinya, pada kurun waktu empat bulan kemudian ditetapkanlah Resolusi No 10 Tanggal 31 Desember 1830, yang berisikan tentang pelaksanaan dari Skep. Tanggal 31 Agustus 1830 tersebut di atas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam isi Resolusi tersebut, khususnya pada bagian keempat, yang antara lain berbunyi sebagai berikut Keempat juga sangat disayangkan, dari Skep, tanggal 31 Agustus Y1. La. No 1 terpaksa disetujui diperkuat dua Residensi dalam kabupaten-kabupaten Residensi Madiun dalam kabupaten – kabupaten Madiun Poerwo-dadie Toenggoel Magetan Gorang-gareng Djogorogo Tjaruban Residensi Kedirie dalam kabupaten – kabupaten Kedirie Nganjoek Berbek Kertosono Dari hasil pengamatan kedua dokumen tersebut, dapat diketahui bahwa setelah penyerahan pengawasan dan kekuasaan atas daerah-daerah mancanegara oleh Suhunan dari surakarta dan Sultan dari Yogyakarta kepada pemarintah Hindia Belanda, maka pemerintah Hindia Belanda telah menerapkan tiga wilayah pemerintahan yaituKabupaten Ngandjoek, kabupaten Berbek dan kabupaten Kertosono. Tentang para penjabat Bupati dari ketiga kabupaten tersebut , ditetapkan dengan akte Komisaris Daerah-daerah yang telah diambil alih, yang ditandatangani di Semarang 16 juni 1831, oleh van Lawick van Pabst, dengan tiga personalia Bupati sebagai berikut Raden Toemenggoeng Sosrokoesoemo sebagai Bupati Berbek Raden Toemenggoeng Brotodikoro sebagai Bupati Nganjuk dan Raden Toemenggoeng Soemodipoero sebagai Bupati Kertosono Penetapan pejabat-pejabat Bupati tersebut bersamaan dengan penetapan pejabat Bupati yang lain dalam Residensi kedirie Bupati Kedirie Raden Mas Toemenggoeng Ario Djojoningrat; Bupati Ngrowo – Radeen DIpati Djajengningrat; Bupati Kalangbret – Radeen Toemenggoeng Mangoondikoro; dan Bupati Srengat Radeen Ngabey Mertokoesoemo. Air terjun Sedudo Dibalik Mitos Air Terjun Sedudo Nganjuk Kaya rempah-rempah, Bisa jadi Obat Awet Muda Banyak yang menyakini jika air terjun Sedudo mampu membuat awet muda siapa saja yang mandi disana. Ada apa dibalik mitos itu? Jika kita mendengar wisata air terjun Sedudo yang terletak di Desa Ngliman Kec Sawahan, akan selalu muncul dibenak kita jika air terjun ini mempunyai banyak khasiat, salah satunya adalah menjadi obat awet muda. Hal ini banyak diyakini masyarakat sekitar, juga masyarakat diluar Nganjuk. Terbukti jika wisata air terjun ini tak pernah sepi dari pengunjung. Baik yang hanya sekedar ingin menikmati pemandangannnya yang indah, atau memang sengaja ingin membuktikan mitos yang banyak berkembang tak banyak yang tahu apa yang menyebabkan air terjun yang berada di Kab Nganjuk bagian selatan itu mempunyai mitos seperti ini. Kalangan sejarah menilai,mitos ini berdasar atas sejarah terbentuknya air terjun itu dan kajian ilmiah. Ada sejarah dan perkiraan secara ilmiah tentang mitos itu. Dari tinjauan sejarah, saat itu air terjun Sedudo dibuat oleh salah satu tokoh warga sekitar bernama Sanak Pogalan. Ia merupakan petani tebu yang harus menelan kecewa dari peenguasa jaman itu. Karena kekecewaannya inilah, ia kemudian menjadi yang mukim pertama disekitar sumber air terjun Sedudo. Dalam tapanya, ia berniat untuk menenggelamkan Kota Nganjuk dengan membuat sumber air yang sangat besar. ’’Dia bersumpah untuk menenggelamkan desanya itu. Dan dibuatlah sumber air yang sangat besar,’’ Karena kesucian Sanak Pogalan inilah, sebagian warga meyakini jika sumber air terjun Sedudo, mengandung beberapa khasiat, salah satunya menjadi obat awet muda. Selain tentang sejarah, ia juga menduga jika secara ilmiah khasiat obat awet muda dari air terjun Sedudo ini bisa diraba. Pada jaman kerajan dulu, ada tokoh bernama Kyai Curigonoto yang sengaja mengasingkan diri di atas lokasi air terjun. Dalam pengasingannya itu, Kyai Curigonoto berniat untuk menjadikan hutan itu sebagai kebun rempah-rempah. Karena menganggap jika tanah hutan, bisa menjadi mediayang sangat bagus untuk mengembangkan rempah-rempah yang saat itu menjadi kebutuhan pokok masyarakat. Kyai Curigonoto lantas meminta Raja Kerajaan Kediri untuk mengirim rempah-rempah ke tempat pengasingannya itu. Namun, tak begitu jauh dari tujuannya, tiba-tiba gerobak-gerobak yang mengangkut rempah-renpah itu terguling diantara sumber air terjun Sedudo. ’’Lalu rempah-rempah ini tumbuh subur hingga memenuhi hutan yang menjadi tempat sumber air terjun Sedudo,’’.Sehingga, air yang mengalir keair terjun Sedudo banyak mengandung rempah-rempah itu.’’Secara otomatis, rempah-rempah ini mampu menjadi obat yang multi khasiat, salah satunya adalah memmbuat wajah tampak bersih. Sehingga kelihatan awet muda,’’ Mitos ini juga dijunjung tinggi oleh Pemkab Nganjuk sendiri. Buktinya, setiap bulan Syuro, Pemkab Nganjuk menggelar ritual Siraman’. Dimana akan banyak masyarakat Nganjuk yang mandi bersama di lokasi wisata air terjun ini. ’’Memang budaya siraman ini menjadi agenda tahunan Pemkab Nganjuk. Selain untuk menarik wisatawan, juga untuk melestarikan budaya yang sudah ada ratusan tahun silam itu, Air terjun Singokromo Air Terjun Singokromo memang masih perawan dan alami sehingga harus berjalan kaki melewati jalan setapak di dalam hutan untuk mencapainya. Sejumlah warga memilih untuk merayakan libur panjang ini di Air Terjun Singokromo. Puncak Gunung Wilis di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, menyimpan sejuta pesona alam yang luar biasa. Selain memiliki Air Terjun Sedudo, di balik gunung tersebut ada air terjun lain yang tidak kalah indah. Namanya Air Terjun Singokromo yang masih perawan dan sangat alami. Air Terjun Singokromo merupakan satu dari 10 deretan air terjun yang ada di puncak Gunung Wilis. Letaknya lebih tepat di Desa Ngliman, Kecamatan Sawahan, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Kondisi air terjun ini masih sangat alami dan belum tersentuh pembangunan pemerintah sedikitpun. Tak heran, jalan menuju objek wisata satu ini hanya berupa jalan setapak dengan menuruni lembah di dalam hutan. Namun, Anda tak perlu khawatir. Rasa lelah setelah berjalan kaki sejauh 1 kilometer akan terobati setelah sampai di bawah air terjun. Ya, selain indah, air terjun setinggi lebih dari 50 meter ini memang benar-benar masih perawan dan sangat alami. Sejumlah pengunjung memilih mengisi hari libur Tahun Baru mereka di Air Terjun Singokromo karena belum terlalu banyak tangan manusia yang menjamah dan mengotorinya. “Tempatnya masih bersih, sejuk, alami. Udaranya masih enak,” kata Arifin, salah seorang pengunjung. Sesuai namanya, singo berarti “singa atau harimau” dan kromo berarti “kawin”, dahulunya air terjun ini merupakan tempat yang dikenal angker. Jarang ada manusia yang berani datang karena merupakan tempat berkumpul dan kawinnya harimau di lereng Gunung Wilis. Berbagai mitos dan kepercayaan mistis terhadap air terjun ini juga masih sangat lekat hingga sekarang. Terbukti, setiap malam bulan purnama banyak warga yang masih mendatangi air terjun ini untuk mengambil airnya karena diyakini ampuh untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Sementara, bagi yang belum memiliki jodoh, dengan mandi Air Terjun Singokromo juga dipercaya akan segera bertemu dengan jodohnya. “Masih banyak yang ritual di sini, terutama setiap malam bulan purnama,” tutur Tulus, juru kunci Air Terjun Singokromo. Anda boleh percaya atau tidak, tapi itu merupakan keyakinan yang sampai kini masih melekat bagi sebagian masyarakat. Namun, terlepas dari hal tersebut, Air Terjun Singokromo merupakan satu dari sepuluh deretan air terjun yang ada di puncak Gunung Wilis. Dua di antaranya sudah bisa dijangkau wisatawan, seperti Air Terjun Sedudo dan Air Terjun Singokromo. Sementara delapan air terjun lainnya hanya bisa dijangkau oleh warga Desa Ngliman dengan berjalan kaki hingga puluhan kilometer. Itupun lokasinya berada di puncak gunung dengan area sekeliling masih sangat curam, seperti Air Terjun Segunting, Air Terjun Banyuselawe, Air Terjun Banyuiber, Air Terjun Cagak, Air Terjun Selanjur, Air Terjun Jeruk, Air Terjun Banyupait, dan Air Terjun Cemoro Kandang. Berikut adalah legenda asal usul Air Terjun Sedudo Pada zaman kerajaan Kediri, sang raja memiliki seorang putri yang mempunyai penyakit aneh seperti cacar namun sangat menjijikan bagi yang melihatnya, akhirnya oleh sang raja yang tidak lain ayahnya sendiri putri tersebut di suruh untuk berobat ke sebuah padepokan yang berada di daerah Pace. Pemilik padepokan sekaligus teman dari raja ini disuruh menyembuhkan dan menyembuyikan identitas sang putri dari rakyat sekitar. Akhirnya setiap pagi putri di mandikan di air terjun Roro Kuning untuk menyembuhkan penyakit sekaligus pada pagi hari air terjun roro kuning belum dipakai oleh rakyat sekitar. Kian hari penyakit putri berangsur – angsur sembuh, paras cantiknya kian terlihat kembali, anak dari pemilik padepokan tersebut mulai mengetahui siapa si putri ini. Bahwa si putri tersebut adalah anak dari raja Kediri yang sedang berobat di padepokan milik ayahnya. Akhirnya kedua anak dari pemilik padepokan tersebut mengejar hati dari putri kerajaan Kediri. Pada akhirnya ketiga insan tersebut merajut cinta, namun cerita barulah bermulai ketika si putri tersebut sembuh dari penyakitnya. Akhirnya sang raja dari kerajaan Kediri menjodohkan putri tersebut dengan calon pilihan sang ayah yang tidak lain adalah raja dari kerajaan Kediri, lalu kedua anak dari pemilik padepokan tesebut patah hati berat. Akhirnya sampai berbulan – bulan kedua anak tersebut mengurung diri di sebuah kamar, hingga suatu ketika mereka keluar dari kamar dengan sikap yang berubah total. Dulu yang begitu ramah dengan orang sekitar kini kedua anak tersebut tidak memiliki sopan santun sama sekali terhadap orang lain semenjak peristiwa tesebut. Karena sikap yang dimiliki oleh kedua anaknya, akhirnya membuat pemilik padepokan tersebut yang tidak lain adalah ayahnya sendiri mengutus kedua anak tersebut bersemedi untuk melupakan jalinan kasih dengan putri kerajaan Kediri, namun sebelum melakukan semedi kakak beradik ini mengucapkan sebuah ikrar sang adik tidak akan pernah sopan santun lagi kepada orang lain sedangkan sang kakak akan selalu hidup melajang. Sang kakak bertapa di sebuah air terjun tertinggi maka dari itu air terjun yang berada paling tinggi di namakan air terjun Sedudoyang artinya “Sing mendudo” atau dalam bahasa Indonesia artinya “yang melajang”, sedangkan adiknya bertapa di air terjun SingoKromo yang artinya “Sing Ora Kromo” atau dalam bahasa Indonesia artinya “yang tidak memiliki sopan santun”. Letak dari air terjun SingoKromo berada di bawah airSedudo. Nama dari kedua air terjun tersebut di ambil dari janji mereka sewaktu akan melakukan semedi dulu. 23 Daftar Tempat Wisata di Nganjuk Jawa Timur Harus Anda Kunjungi Sumber
silsilah keturunan kanjeng jimat nganjuk